Wednesday 27 May 2015

#8 Tentang Stereotip

“Ya ampun, cupu banget! Pasti anak FK.”

“Anak pejabat sih mana mau kerja part time.”

“Pasti dikasih lah, kan lo anak tunggal.”

Sering mendengar ungkapan di atas? Selamat, kamu berada dalam lingkungan yang suka menggeneralisasikan. Segala sesuatu dikotak-kotakkan sesuai dengan latar belakang usia, status, profesi, atau apapun yang dapat dikelompokkan. Segala sesuatu dipandang dari kacamata yang sama tanpa melihat faktor-faktor lain di belakangnya. Menilai dari stereotip.

stereotip/ste·re·o·tip/ /stéréotip/ 1 a berbentuk tetap; berbentuk klise: ucapan yg --; 2 n konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak tepat.

Stereotip, yang belum tentu benar, telah membawa manusia tenggelam dalam pola pikir yang menghakimi. Stereotip, yang dinilai dari sisi subjektif, mengelompokkan manusia dalam wadah-wadah yang tidak kasat mata.

Sayangnya, stereotip seringkali digunakan sebagai patokan untuk menilai. Stereotip dianggap sebagai gagasan umum yang pasti benar dan meyakinkan. Stereotip mengajarkan bahwa dengan latar belakang yang sama, manusia pasti memiliki kondisi yang sama pula. Digolongkan sedemikian rupa.

Padahal, bukankah manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik? Yang berbeda tiap individunya, tak ada satu pun yang persis sama dengan manusia lainya. Tidak dapat dipahami sebagai satu kesatuan apabila tidak dilihat secara keseluruhan.


Jadi, jangan menghakimi. Jangan menilai berdasar stereotip, karena manusia hanya melihat apa yang ingin diperlihatkan.

No comments:

Post a Comment