Wednesday 19 November 2014

Parable about Life

Life is like a book, it has many different chapter for us. But, a chapter of the book can’t define the whole value of book itself. One good chapter doesn’t mean the book is perfect. One bad chapter doesn’t mean it’s the failure of the book. So does about life.

In life, beside every beautiful thing, there’s some kind of pain. On the other hand, every pain has their own beautiful meaning. In life, good things were made to share our happiness with others, and bad things were made to learn how to be stronger each day. In life, love and loss hold hands together.

If good things in life are white and the bad things are black, then our life will be monochrome, just like a crosswalk. Some people love it tho. Like, you can never go wrong with black and white. But some people need more. They need grey, red, blue, yellow, green, magenta, purple, maroon, and so on. Because for some people, life is not just about good or bad. It’s about anything that matters, anything that makes life worth living for. There’s nothing wrong with monochromed or coloured life, because both black-and-white novel and full-colour comic are interesting, right?

It’s our choices to write on our own book. We just have to remember that there’s no white if there’s no black, and the colours means nothing if we don’t know how to see black and white. Every chapter has their own meaning. In the end, we just have to make it worth remembering.


"Life is a story, makes yours the bestsellers." - Anonymous

Friday 3 October 2014

Hilang!

Jumat, 3 Oktober  2014
(16:49)
Hari ini saya tiba di rumah, di Semarang. Ada yang sedikit berbeda pada kepulangan saya kali ini; halaman rumah tertata rapi, lantai rumah tanpa noda, tak ada jejak kaki berlumpur, dan tak ada sapaan dari anjing keluarga kami, Audi namanya. Ya, ia hilang tepat satu minggu yang lalu. Diculik, katanya.

Jumat, 26 September 2014
(09:36)
Saya tengah membaca materi dan mengerjakan tugas ketika mendapat pesan via BBM dari ibu saya, kira-kira begini bunyinya:
I: "Audi hilang."
S: "Hah? Kapan? Bagaimana bisa?"
I: "Entah, mungkin ketika Ibu pergi berbelanja tadi pagi. Padahal pintu pagar tertutup rapat. Kakakmu sangat bingung sekarang. Ia sedang mencarinya di sekitar rumah."
S: "Jika pintu tertutup, bagaimana Audi bisa keluar? Tidak mungkin jika memanjat pagar, terlalu tinggi."
I: "Ibu juga berpikir begitu. Hmm, mungkinkah ada seseorang yang masuk dan lupa menutup pagar kembali? Tapi, jika ada yang masuk, mana mungkin kakakmu tidak mendengar suara pagar yang dibuka? Ia sedang terjaga saat itu."
S: "Aneh. Semoga cepat ditemukan."
Saya sangat bingung dan tidak percaya ketika mendengar kabar tersebut. Berbagai spekulasi tentang kejadian menghilangnya Audi terus berputar di kepala saya, padahal banyak hal yang harus saya lakukan hari itu. Mau tidak mau, saya harus melakukan aktivitas alih-alih hanya merenung untuk memikirkan kejadian tersebut. Kebetulan saat itu saya memiliki tiga janji penting; bertemu pacar saya, berunding untuk tugas presentasi, dan ke kampus untuk memberikan beberapa informasi pada rekan panitia saya di kompetisi Ajisaka. Malam harinya, lagi-lagi Ibu saya mengirimkan pesan.
(20:46)
I: "Ternyata Audi diculik. Lewat halaman belakang. Penculiknya meloncati tembok pembatas rumah kita. Audi anjing yang penurut, dibelai sedikit pasti mau diajak pergi."
S: "...."
I: "Ya sudah, dijadikan pelajaran saja untuk ke depannya agar lebih berhati-hati. Yang sudah dijaga saja ternyata masih bisa hilang. Kalau sudah hilang, pasti ada sesuatu yang akan kita rindukan. Sekarang saja Ibu sudah kangen Audi yang berulah dan setiap jam bikin lantai kotor, kini tidak ada lagi. Rumah memang jadi bersih, tapi sepi rasanya. Ada yang kurang."
Ibu saya memang cukup sering memberikan nasihat. Entah mengapa, kali ini rasanya sangat mengena di hati saya. Kemudian saya sadar, segala sesuatu yang kita miliki pasti punya nilai tersendiri. Entah seberapa besar nilai tersebut, jika hilang dan terjadi kekosongan di sana pasti akan terasa berbeda. Tidak sempurna. Cacat. 
Malam itu pun saya mendapat pelajaran baru.

Kembali ke Jumat, 3 Oktober 2014
Mulai saat ini kami harus membiasakan diri tanpa kehadiran Audi, yang telah dicari ke sana ke mari tapi tak kunjung ditemukan. Audi yang sering berulah, merusakan barang-barang, mengganggu ketenangan, dan mengotori seisi rumah. Harus saya akui, Audi yang dulu sangat menyebalkan beralih menjadi yang sangat dirindukan. Mulai sekarang saya akan berusaha menghargai dan menjaga apa yang saya miliki, karena tidak semua yang hilang dapat kembali lagi.


Selamat tinggal, Audi. Semoga kau bahagia selalu. We will miss you.

Thursday 4 September 2014

September: Awal

Hai!
Selamat datang di bulan September.
Bulan di mana orang-orang menyetel lagu Wake Me Up When September Ends dari Greenday.
Bulan di mana musim kemarau hendak berganti ke musim penghujan.
Bulan di mana banyak memulai hal baru. Bagi saya, terutama.

Ya. Semester baru, suasana baru, kesibukan baru, hingga ide-ide baru.
Tentu saja masih banyak hal yang lama,
yang tidak tergusur dengan kebaruan.

Hmm. Lama dan baru.
Kira-kira, apa yang akan terjadi ketika yang lama dan baru disatukan?
Agak membingungkan, eh.

Perubahan? Bisa jadi.
Tapi, bukankah perubahan bisa terjadi kapan saja?
Setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik.
Tidak ada situasi yang benar-benar sama persis.

Namun,
sepertinya legal saja jika saya menandai bulan September sebagai awal.
Ya, saya ingin menandai perubahan saya.
Lalu, kita lihat saja hasilnya beberapa saat yang akan datang.

Memulai hal baru.
Menyenangkan sekaligus menegangkan.

Semoga ini awal yang baik.

Monday 19 May 2014

Dari Piringan Hitam Hingga Koleksi Surat Kabar

Senin, 12 Mei 2014

06.00
Lapangan tengah FISIPOL UGM, atau yang biasa disebut Sansiro, mulai ramai dengan celotehan dan canda tawa kami, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2013. Seiring berjalannya menit demi menit, celotehan tersebut semakin ramai karena jumlah mahasiswa yang berdatangan semakin bertambah. Kira-kira pukul 07.00 kami pun mulai beranjak dari Sansiro dan berjalan ke bus yang akan membawa kami ke tempat tujuan hari ini, yakni Lokananta dan Monumen Pers di Surakarta. Sekitar 125 anak, dengan mengenakan jas almamater UGM, berjalan dari gedung FISIPOL menuju ke parkiran timur Grha Sabha Pramana (GSP). Di situ sudah ada 3 bus yang menunggu, kami pun segera masuk ke dalam bus dan mencari posisi yang strategis untuk duduk. Setelah menunggu beberapa saat, pukul 07.30 bus mulai berjalan membawa kami ke tempat tujuan.

09.30
Tibalah kami di tempat tujuan pertama, yakni Lokananta. Kami segera masuk ke ruangan dengan arsitektur dinding yang unik; terdapat balok setengah lingkaran, balok yang berlubang-lubang, dan yang berbentuk seperti tirai, semuanya melekat di dinding. Setelah bertanya, kami pun tahu bahwa belok dengan berbagai macam bentuk tersebut dibuat tidak hanya untuk unsur estetika, melainkan juga memiliki fungsi untuk mengolah suara dan sirkulasi udara dalam ruangan tersebut. Di ruangan tersebut kami diberi informasi seputar seluk beluk Lokananta sebagai perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia.

Lokananta berdiri pada tahun 1956 tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1956. Nama Lokananta sendiri memiliki arti “Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh”. Sejak berdirinya, tugas utama Lokananta adalah memproduksi dan menduplikasi piringan hitam dengan tujuan untuk mengabadikan musik-musik tradisional. Selain itu, Lokananta juga berkontribusi dalam menyuplai siaran untuk Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyediakan transkrip berita antar RRI seluruh Indonesia. Pada tahun 1960, Lokananta dikomersialkan dan meresmikan status sebagai Perusahaan Negara. Hingga pada akhirnya, pada tahun 2004 Lokananta resmi menjadi cabang Perum Percetakan Negara Republik Indonesia dengan empat kegiatan utama, yaitu recording, music studio, broadcasting, serta percetakan dan penerbitan. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, master rekaman yang semula berupa piringan hitam mulai melalui proses modernisasi dan disimpan dalam bentuk soft file.

Hingga saat ini, Lokananta menyimpan ribuan rekaman mulai dari musik-musik daerah dan lagu-lagu lama hingga pidato-pidato kenegaraan. Contoh rekaman-rekaman tersebut adalah lagu Indonesia Raya, Rasa Sayange, dan pidato Proklamasi dari Bung Karno. Puluhan penyanyi legendaris juga telah melakukan proses recording di tempat ini, antara lain Gesang, Waldjinah, dan Titiek Puspa. Sedangkan untuk artis-artis terbaru yang melakukan rekaman di Lokananta yakni Glenn Fredly, Shaggy Dog, White Shoes and The Couple Company, dan Efek Rumah Kaca.

Setelah puas bertanya jawab seputar sejarah dan tujuan Lokananta, kami dibagi menjadi tiga kelompok besar dan diajak untuk berkeliling tempat ini. Kelompok saya mendapat tujuan pertama yaitu ruang penyimpanan master rekaman. Di ruang ini terdapat ribuan cassette dan piringan hitam dengan berbagai judul. Dapat juga kami jumpai berbagai poster band dan penyanyi legendaris yang melakukan rekaman di Lokananta. Ada satu hal yang sangat menarik dari ruangan ini yaitu pendingin ruangan (air conditioner/ AC) yang memiliki bentuk sangat unik. Satu kesan yang dapat ditangkap ketika melihat AC tersebut: klasik. Hebatnya, meski sudah terlihat sangat “lawas” dan rapuh, pendingin ruangan ini masih dapat berfungsi dengan baik.

Beralih ke ruangan selanjutnya yang berisik banyak alat-alat rekaman di masa lalu. Koleksi benda-benda yang digunakan untuk mendukung proses rekaman, seperti speaker control, audio control, dan pemutar piringan hitam. Semua benda-benda tersebut masih tampak menawan meski telah berusia puluhan tahun. Kemudian, ruangan ketiga dan terakhir yang kami kunjungi yaitu studio rekaman. Di sini kami mendapat banyak pengetahuan seputar dunia recording. Pemandu kami dengan ramah menjelaskan berbagai seluk beluk proses rekaman yang belum kami ketahui sebelumnya. Tak lupa kami mengambil beberapa foto sepanjang tur singkat kami mengelilingi Lokananta.

Merasa puas dan cukup lelah menjelajah seluruh sudut bangunan ini, kami pun berkumpul di depan pintu utama dan mempersiapkan diri untuk berkunjung ke tempat tujuan selanjutnya yaitu Monumen Pers Nasional.


14.00
Setelah menyantap makan siang di RM Taman Sari, rombongan kami bergerak ke Monumen Pers Nasional yang letaknya tidak terlalu jauh. Bangunan ini tidak memiliki lahan parkir yang cukup luas sehingga bus yang membawa kami harus berhenti di pinggir jalan raya dan menyebabkan jalan menjadi padat. Dengan ditemani hujan yang datang rintik-rintik kami pun masuk ke dalam bangunan utama Monumen Pers Nasional. Baru beberapa langkah memasuki gedung ini, di kanan dan kiri sudah terdapat berbagai macam benda-benda bersejarah seputar dunia pers, sebut saja patung torso para perintis pers nasional dan berbagai pindaian surat kabar lama yang bersejarah. Kami pun dikumpulkan untuk duduk di tengah ruangan dan memperhatikan video mengenai sejarah singkat Monumen Pers Nasional dan koleksi apa saja yang terdapat di dalamnya. Setelah melihat video dokumenter tersebut, kami menjadi takjub karena begitu banyaknya koleksi benda-benda bersejarah yang terdapat di sini. Tak sabar menunggu terlalu lama, kami bergegas bangkit untuk berkeliling.

Di sudut kanan dan kiri gedung tersebut, terdapat diorama yang menceritakan sejarah pers Indonesia. Diorama tersebut dibagi menjadi enam kotak besar dengan konten sebagai berikut: 
  1. Diorama pertama menggambarkan penyampaian berita pada zaman prasejarah hingga kerajaan di dunia.
  2. Diorama kedua menggambarkan pers pada zaman penjajahan Belanda.
  3. Diorama ketiga menggambarkan pers pada zaman penjajahan Jepang. Pada saat itu pers dalam tekanan Jepang dan ditunjukkan dengan adanya penjara sebagai visualisasi ketatnya pengawasan terhadap pers.
  4.  Diorama keempat menggambarkan perkembangan pers di Indonesia pada awal kemerdekaan, beberapa hari setelah kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
  5.  Diorama kelima menggambarkan perkembangan pers di masa Orde Baru. Pemerintah sangat membatasi ruang gerak pers dengan mewajibkan memiliki Surat Izin Terbit (SIT) dan pers dapat dibredel sewaktu-waktu.
  6.  Diorama keenam menggambarkan perkembangan pers pada masa reformasi dan menjunjung tinggi kebebasan. Pers di Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa. Banyak media baru muncul baik cetak maupun elektronik.
Masuk ke ruangan di samping jejeran diorama, kami disuguhi ruangan yang menyediakan fasilitas komputer dan akses internet secara gratis. Di luar ruangan tersebut kami dapat menjumpai berbagai benda-benda bersejarah milik tokoh-tokoh pers. Sebut saja mesin ketik Bakrie Soeraatmadja, kamera Fuad Muhammad Syarifuddin, dan plat cetakan perdana Koran Kedaulatan Rakyat.

Lebih melihat ke luar, kami pun masuk ke gedung pendamping yang terletak di samping gedung utama. Gedung ini terdiri dari empat lantai dan memiliki rooftop. Di lantai 2 dan 3, terdapat puluhan hingga ratusan ribu koleksi surat kabar dan majalah dengan berbagai judul. Terdapat ruangan yang digunakan untuk mendigitalisasi koran-koran lama tersebut ke dalam bentuk soft file sehingga mudah diakses dari perangkat komputer. Gedung ini juga dilengkapi ruangan khusus yang menyediakan fasilitas e-paper bagi pembaca setia surat kabar.

Sangat banyak koleksi sejarah pers yang dapat kami jumpai dalam Monumen Pers Nasional. Setelah merasa puas berkeliling, sekitar pukul 16.30 rombongan kami masuk ke dalam bus untuk pulang ke Yogyakarta. Dengan hati gembira serta tambahan ilmu dan pengetahuan yang sangat berguna, rasa lelah kami terbayar sudah. Terima kasih untuk pelajaran luar biasa yang kami dapat dari perjalanan tersebut. Semoga situs-situs yang menyimpan banyak sejarah tetap digemari dan dilestarikan oleh masyarakat, karena dari sejarahlah kita belajar. Hidup musik dan pers nasional!

- Diposkan sebagai tugas mata kuliah Sejarah Komunikasi dan Media Indonesia (Ilmu Komunikasi B)-

Friday 18 April 2014

Rancu

Pernahkah kau merasa sedih tanpa alasan yang jelas?
Emosi tidak terkendali,
tapi tak mengerti apa penyebabnya.

Lalu kau mulai memikirkan
tentang hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan.
Overthinking, katanya.

Di satu sisi, harus tetap tersenyum dan berkata,
“Tidak ada apa-apa.”
Bukankah itu sedih yang sangat menyedihkan?

Sunday 23 March 2014

Ucapan Terima Kasih


Delapan belas tahun sudah menikmati kehidupan duniawi.
Cukup banyak merasakan suka dan duka,
yang berlalu biarlah menjadi pelajaran
dan yang akan datang semoga menjadi lebih baik.

Ingin mengucapkan terima kasih untuk yang telah mendoakan,
semoga semua harapan yang baik dapat terkabul.

Kemudian ingin mengucapkan terima kasih spesial
untuk Christy, M, Utik, Firraro, Tyung, Gilang, dan Eldo
telah menjadi orang pertama yang menemani di usia ke-18.
Terima kasih Christy; atas kasih sayang, pengertian, dan hiburan.
Terima kasih M; untuk bunga, kue, dan ide yang tiada habis.
Terima kasih Utik; untuk keluar malam saat kondisi tidak fit.
Terima kasih Firraro, Tyung, Gilang, dan Eldo; untuk malam penuh akting yang luar biasa,
dan terima kasih untuk kalian karena telah berhasil menduplikat kunci kost. Hahaha.

Last but not least,
untuk yang rela menjadi korban kelabilan dan kekesalan
yang mau menjadi kurir Srondol-Pemuda
yang sabar menahan lelah
yang selalu berhasil mengukirkan senyum,
terima kasih, Andika Jati Nugroho.
Terima kasih atas waktu dan “waktu” yang telah diberikan.
Thanks for being the guy that never fails me.
I love you.

-dalam rangka bersyukur atas usia 18 tahun. 21 Maret 2014.-

Friday 31 January 2014

Sebuah Kalimat yang Menjadi Begitu Bermakna Ketika Diungkapkan


Entah mengapa, saya sangat menyukai kalimat ini:
Aku butuh kamu.

I need you.

Aku membutuhkanmu.

Butuh. Need.

Kata favorit saya, mungkin.

Pahamilah maknanya ketika seseorang mengatakannya padamu.

Perasaan bahwa ada yang membutuhkanmu, alih-alih hanya mengagumi maupun menyukai.

Bahwa kehadiranmu berarti.

Ah. Menyenangkan, bukan?

Thursday 23 January 2014

Dasar Manusia!

Dasar manusia
Kalau hujan: “Malas ah, nanti kehujanan.”
Kalau panas: “Malas ah, panas bikin gosong.”

Dasar manusia
Dibilang gendut: “Emang iya aku gendut?! Kamu jahat!”
Dibilang kurus: “Ah bohong, pasti ngomong gitu cuma buat nyenengin.”

Dasar manusia
Kalau ada yang sama: “Aw kita sehati.”
Kalau ada yang beda: “Kita kan saling melengkapi.”

Dasar manusia
Kalau liburan: “Pengen sekolah kangen kelas kangen temen-temen.”
Kalau sekolah: “Kapan liburnya?! I hate school!”

Dasar manusia
Di SMA: “Buruan lulus dong. Pengen cepet-cepet jadi anak kuliah.”
Di universitas: “TAKE ME BACK TO HIGHSCHOOL, PLEASE”

Dasar manusia. Klise.