Friday 20 December 2013

Malam, Dingin, Sunyi, dan Firasat

Malam menghardik,
"Tidurlah!
Kau tak lihat, aku adalah penguasa mata-mata yang terlelap
dan mimpi-mimpi yang hinggap.
Kau harus menjadi satu diantaranya.
Aku sudah lelah,
akhir-akhir ini sudah terlalu banyak orang sepertimu,
yang tak mau mengalah dari waktu.
Jangan biarkan kehadiranku hanya untuk menemanimu
berkelana dalam hal-hal bodoh dan naif!"

Dingin berseru,
"Aku ingin bersamamu.
Memelukmu dalam dekapanku,
meski aku tau kau tak mengharapkan kehadiranku.
Aku hanya ingin kau merasakan keberadaanku,
berhenti mengeluh, dan mulai bersyukur atas semua yang kau miliki.
Tenang saja,
aku tak akan selamanya menemanimu.
Aku akan pergi,
mungkin saat kau berada dalam rengkuhan tangan hangatnya yang tulus."

Sunyi berkata,
"Aku membutuhkanmu.
Tapi, hal tersebut tak bertepuk sebelah tangan,
karena aku mengerti kau juga membutuhkanku,
walau kau tak mau mengakuinya.
Di saat yang lain pergi, ke mana kau akan berbincang?
Mengulang-ulang pembicaraan yang melulu tentang dirinya.
Ya, aku akan selalu di sini.
Sebenarnya aku tak pernah ke mana-mana,
hanya kadang kau tak menghargai keberadaanku."

Firasat berbisik,
"Maafkan aku jika terpaksa masuk dalam dirimu.
Sungguh, aku pun tak ingin berada di sini.
Aku tak ingin kau merasakan
kemarahan Malam,
pelukan Dingin,
atau ditemani Sunyi.
Namun, apa daya,
semesta yang berkehendak.
Yang kau butuhkan hanyalah menelaah
apakah kehadiranku berarti,
atau sekedar kekosongan belaka.
Tapi, ku harap kau segera menemukan jawaban."

Monday 25 November 2013

Sabar Tanpa Batas

Menurut KBBI, definisi sabar adalah tabah, tenang, dan tidak tergesa-gesa. Lalu bagaimana menurut kalian sendiri? Bagi saya, sabar tidak terbatas dalam konteks kerelaan menunggu seseorang atau sesuatu yang kita harapkan kejadiannya, namun juga bagaimana rasa toleran kita dalam menghadapi kejadian dan perlakuan yang sebenarnya tidak kita inginkan. Sebagai contoh: menunggu dalam sebuah antrian, itu dinamakan sabar; mendapatkan hal-hal tidak sesuai harapan tapi masih sanggup menjaga ketenangan pikiran, itu juga bisa dinamakan sabar.

Dalam tulisan kali ini, mungkin saya akan cenderung membahas contoh yang kedua. Pastinya dalam hidup ini ada kejadian yang tidak sejalan dengan apa yang kita harapkan, bukan? Hal itu terjadi pada semua orang, entah dalam porsi banyak ataupun sedikit.

Ketika suatu hal buruk menimpa orang lain dan kita merasa tidak dapat melakukan hal yang berarti, seringkali kita akan berkata “sabar ya”, entah dalam pengucapannya benar-benar sepenuh hati atau reflek pikiran yang disalurkan ke lafalan bibir saja, itu tergantung situasi dan kondisi. Apabila hal tersebut benar-benar dimaksudkan sepenuhnya, maka yang diharapkan adalah orang yang sedang diuji tersebut diberi kekuatan lebih dalam menghadapi masalahnya. Bagi yang mengucapkan, mungkin terasa mudah, cukup mengucapkan dua suku kata yang terdiri dari lima huruf. Atau mungkin saat mengucapkan “sabar”, kita merasakan empati dan ikut merasa sedih jika yang mendapatkan kejadian buruk tersebut adalah orang-orang terdekat kita. Namun, bagaimanapun kesedihan dan empati kita, tidak akan sama dengan yang merasakan langsung. Ya, bagaimana jika kita berada di posisi tidak beruntung tersebut? Jika hal yang dihadapi merupakan cobaan berat, ucapan “sabar ya” hanya akan terdengar sebagai ungkapan klise di telinga kita, bukan? Apakah kita dapat menghadapi hal-hal tersebut dengan ketenangan dan rasa toleran? Saya rasa tidak semudah itu. Karena sabar itu mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan.

Kesulitan-kesulitan dalam merealisasikan ungkapan “sabar” dapat disebabkan oleh banyak hal. Bisa saja kesulitan yang dihadapi terasa sangat berat, baik itu disebabkan oleh kondisi atau individu lain. Tapi, ingatkah kalian akan kata pepatah, “Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan umat-Nya”? Saya rasa hal itu benar adanya. Untuk setiap masalah pasti ada jalan, tergantung ketekunan dan usaha kita dalam mencari jalan keluar tersebut. Bisa juga yang kita butuhkan hanyalah waktu yang lebih, kekuatan yang lebih, dan dukungan yang lebih. Memang sulit, tapi bukan mustahil.

Apabila kalian merasa lelah atau merasa di ujung kemampuan dalam menghadapi sesuatu, yang perlu dilakukan hanyalah menenangkan diri dan memperpanjang rasa toleran. Seberat apapun, nikmati saja prosesnya. Jangan beri batas untuk kesabaran.

Sabar itu tanpa batas, jika masih dalam batasan ya namanya belum sabar.

Wednesday 20 November 2013

Review: Politik Santun dalam Kartun #bridgingcourse

Judul Buku                : Politik Santun dalam Kartun
Kartunis                    : Muhammad Mice Misrad
Penulis Teks              : Ita Sembiring

Fenomena kehidupan politik Indonesia merupakan sasaran empuk untuk dibicarakan di berbagai media yang menampung aspirasi kritis masyarakat. Mice, yang karya kartunnya telah sering kita jumpai pada berbagai surat kabar Indonesia, mencoba menggambarkan potret “kehidupan” pemerintahan lewat buku kumpulan kartun Politik Santun dalam Kartun. Dikolaborasikan dengan teks yang dituliskan oleh Ita Sembiring, buku ini mampu membuat kita tertawa, meringis, hingga mengerutkan kening saat membacanya.

Menyajikan isu-isu hangat seputar rumah tangga pemerintah, buku ini mengangkat berita yang banyak dimuat di harian Rakyat Indonesia. Kumpulan kartun yang dihadirkan adalah gambaran sederhana untuk mengamati kasus dan sepak terjang para penguasa, sebut saja kasus Century yang melibatkan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan kasus suap Wisma Atlet yang menjadikan M. Nazaruddin sebagai tumbal. Tak hanya kasus seputar anggota kabinet yang diparodikan, kartun ini juga  cukup berani mengkritisi cara kepemimpinan orang nomer satu di Indonesia. Sindiran yang terdengar satir dan menggelikan berhasil menyampaikan dengan baik kekurangan-kekurangan selama dua masa jabatan Presiden SBY.


Mice adalah kartunis kawakan yang mampu menghadirkan manis getir kehidupan dalam gambarnya. Meskipun terlihat apa adanya, inilah lukisan kepedulian terhadap kelangsungan kehidupan politik di Indonesia yang patut untuk direnungkan. Segala kekecewaan dan luapan emosi terhadap negeri ini berhasil dihadirkan dalam kemasan yang mengundang tawa. Untuk kesekian kalinya, Mice membuat kita kembali berpikir: sudah sejauh manakah negeri ini terpuruk?

Tuesday 19 November 2013

Review: Tanah Surga... Katanya #bridgingcourse

Judul Film                  : Tanah Surga... Katanya
Sutradara                   : Erwin Novianto
Produser                    : Deddy Mizwar
Pemeran                  : Osa Aji Santoso, Ringgo Agus Rahman, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani

Dengan latar belakang lokasi di Kalimantan Barat, perbatasan Indonesia dengan Malaysia, film ini menyuguhkan pada penonton tentang gambaran tipisnya rasa nasionalisme masyarakat Indonesia di perbatasan. Pengaruh dari Malaysia yang sangat kuat dan kurangnya perhatian dari pusat menyebabkan sebagian besar penduduknya mengalami krisis identitas kenusantaraan.

Dibuka dengan adegan Hasyim (Fuad Idris) yang tengah menceritakan kepada kedua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani), tentang masa perjuangan Indonesia melawan penjajah dan bagaimana ia mempertahankan wilayah ibu pertiwi dari perebutan kekuasaan yang digencarkan oleh negara tetangga, Malaysia. Hasyim dikisahkan sebagai seorang mantan pejuang yang dengan gagah berani membela tanah air pada masanya. Rasa hormat dan cinta akan negeri ini ditanamkan dengan kuat oleh Hasyim kepada kedua cucunya, yang berhasil mewujudkan melalui prestasi di sekolah. Ironisnya, putra Hasyim, Haris (Ence Bagus), dengan mudah meninggalkan kebangsaannya dan beralih menjadi warga negara Malaysia dengan alasan kemudahan materi dan ikatan pernikahan dengan seorang wanita asal Negeri Jiran tersebut. Haris telah membujuk sang ayah dan kedua buah hatinya untuk mengikuti jejaknya dengan iming-iming kesejahteraan. Namun, Hasyim bersikeras untuk tetap setia pada tanah air dan diikuti dengan Salman yang tak ingin pergi meninggalkan kakeknya seorang diri.

Konflik utama bukan tentang kegigihan Hasyim untuk tetap bertahan di negeri ini, melainkan tentang masyarakat di desa tersebut yang tak lagi mengenal identitas bangsanya. Anwar (Ringgo Agus Rahman), seorang dokter muda dari Bandung yang menggantikan dinas di tempat terpencil itu, merasa heran ketika masyarakat di sana tak lagi menggunakan mata uang rupiah, akan tetapi yang digunakan adalah ringgit yang merupakan mata uang Malaysia. Keheranan tersebut bertambah ketika ia menggantikan Astuti (Astri Nurdin), guru sekolah dasar kelas 3 yang merangkap kelas 4, untuk mengajar kedua kelas tersebut. Saat Anwar memberi komando pada para murid untuk menyanyikan lagu nasional, bukan Indonesia Raya yang berkumandang, melainkan Kolam Susu ciptaan Koes Plus yang dinyanyikan dengan fasih oleh para murid.

Film ini juga diwarnai kisah perjuangan Salman mencari uang sebesar 400 ringgit untuk biaya pengobatan sang kakek yang harus dibawa ke rumah sakit di kota agar penyakitnya tidak kunjung memburuk. Salman yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan, menyeberang ke Serawak (Malaysia) dan melihat banyak fenomena bagaimana hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia dianggap rendah di tempat tersebut. Misalnya saja, ketika kesakralan Sang Saka Merah Putih dijatuhkan dengan penggunaan bendera tersebut sebagai kain pembungkus dagangan.

Hal pokok yang ingin diungkapkan dalam film ini adalah keindahan, kekayaan, serta kejayaan Indonesia yang tak sampai hingga ke daerah pelosok dan hanya dapat dinikmati oleh penduduk pusat saja. Kehadiran Deddy Mizwar yang berperan sebagai pejabat pemerintah pusat, juga menambah kesatiran dalam film ini ketika mendengar puisi yang dibacakan oleh Salman tentang sindiran bahwa apa yang diungkapkan dengan “Indonesia Tanah Surga” hanyalah istilah kosong yang tak sempat dicicipi penduduk perbatasan. Ditambah lagi, perang dingin antara Indonesia dengan Malaysia yang sudah berlangsung sejak lama diwujudkan melalui bentuk nonverbal dan banyak tergambar pada latar belakang. Kepolosan Salman dalam melanjutkan sang kakek mempertahankan nasionalisme juga disuguhkan dalam beberapa adegan yang mengetuk pintu hati, seperti saat ia menukarkan sarung terbaiknya dengan bendera merah putih dan membawanya berlari berkibar sepanjang perbatasan Serawak-Indonesia.

Ditengah dunia perfilman Indonesia yang melulu tentang kegaiban dan romantisme, Deddy Mizwar dan Erwin Novianto menghadirkan sebuah karya yang cukup berhasil membuat penonton kembali menengok ke diri sendiri serta merasa malu dan kecil jika dibandingkan semangat Salman akan cinta tanah air. Meskipun sedikit kehilangan fokus, pesan yang ingin diungkapkan dapat tergambar dengan elegan melalui adegan-adegan yang satir dan permainan akting oleh para pemeran yang dapat menggugah sisi emosional penonton. Dengan tagline “Apapun yang terjadi, jangan kehilangan cinta pada negeri ini.”, film Tanah Surga... Katanya patut mendapat pujian untuk kesuksesannya menyajikan tontonan yang berkualitas.


Tuesday 29 October 2013

Coretan untuk Rintik Hujan

Datang rintik hujan
Satu demi satu kemudian bertambah banyak
Lagi-lagi langit menangis dan bumi menjadi korbannya
Tapi, mungkin bumi tak merasa terbebani

Ada yang benci kehadiranmu
Namun, ada yang bersyukur ketika kau datang
Dan aku... Termasuk yang mana?
Entahlah, mungkin aku berada di tengah-tengah

Kadang aku bertanya, mengapa kau datang keroyokan?
Apa kau tak punya nyali jika datang sendirian?
Tapi tak apa-apa, akhirnya aku mengerti
Karena aku juga takut jika sendiri

Hei, hujan!
Melodi yang kau buat ketika jatuh ke bumi membuatku tak merasa sepi
Namun, sayang...
Hujan selalu datang disusul rindu pada seseorang

Sunday 27 October 2013

Sedikit Rasa Tak Ingin Pergi

Pernahkah kamu merasakan keinginan yang begitu kuat untuk tidak meninggalkan rumah?
Bagi kalian yang sudah merasakan hidup merantau, pasti tahu rasanya.
Kehidupan di luar tidak seindah apa yang kita bayangkan.
Kebebasan memang ada, namun tantangan dan halangan terasa jauh lebih berat.
Dan ditengah hiruk pikuk menghadapi tantangan berat itulah, rumah akan terasa sebagai tempat yang sangat kita butuhkan.

Bagaimana jika kita sudah mencecap kerasnya hidup sendiri, lalu masuk dan kembali merasakan kenyamanan rumah?
Hahaha, ya. Tentu saja berat untuk kembali meninggalkan tempat aman tersebut.
Apalagi jika di rumah inilah kita mendapat segala hal yang kita butuhkan, bahkan segala yang kita inginkan.

Bukan karena saya tidak suka hidup di luar, hanya sedikit membutuhkan rasa tenang saat hidup di rumah.
Mungkin hal ini tidak terjadi pada setiap orang. Bahkan mungkin hanya terjadi pada saya, yang merasa nyaman jika berada di tempat yang aman.


"Merantaulah, dengan begitu kamu akan tahu mengapa kamu harus pulang." - @sccf_ugm

Tuesday 22 October 2013

Menggugat Pers dan Negara #bridgingcourse

Seperti yang kita ketahui, penguasaan media oleh segelintir orang menimbulkan independensi pers yang nampaknya sangat berpengaruh dalam berbagai bidang, terutama politik, menjelang Pemilu 2014 mendatang. Beberapa media besar dikuasai oleh pihak-pihak yang juga ambil peran dalam kehidupan politik di Indonesia. Gugatan Presiden SBY yang meminta kepada manajemen media agar memberi ruang yang sama besar bagi semua peserta pemilu ternyata tidak cukup untuk membenahi independensi pers yang telah terjadi. Gugatan tersebut seharusnya juga ditujukan kepada negara, yaitu regulator media, dan pemerintah yang memegang andil besar dalam pengaturan kepemilikan media.

Kemajuan kehidupan media Indonesia cenderung kurang memuaskan. Peredaran media cetak seperti surat kabar dan majalah, yang dikatakan media nomor satu, juga belum memenuhi standar minimal UNESCO. Belum lagi televisi swasta di Indonesia memiliki konten yang homogen serta berorientasi pada kehidupan penduduk urban. Sedangkan untuk radio yang jangkauannya paling luas, sudah memiliki keberagaman yang cukup baik dalam segi isi maupun kepemilikan.

Untuk media yang tidak menggunakan wilayah publik/frekuensi seperti surat kabar dan majalah di Indonesia diawasi oleh Dewan Pers yang bertugas untuk meningkatkan mutu dunia pers. Sayangnya, Dewan Pers cenderung kurang tegas dalam menyelesaikan sengketa serta belum menyediakan sarana untuk mengetahui kualitas masing-masing media.

Sedangkan untuk media yang menggunakan wilayah publik/frekuensi seperti radio dan televisi lebih dibatasi dalam segi isi dan kepemilikan. Jika media elektronik mengandung unsur yang tidak netral maka dapat diberi sanksi oleh regulator penyiaran di Indonesia yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementrian Kominfo, dan Bapepam-LK. Namun, seharusnya ketegasan yang diberikan tak hanya menyangkut isi namun juga persoalan kepemilikan yang sekarang terkonsentrasi pada segelintir pihak.

Berbagai perbaikan perlu dilakukan agar dunia pers Indonesia dapat menjadi lebih netral dan tidak dikuasai oleh kapitalisme. Perbaikan tersebut tak hanya dilakukan oleh pemilik media namun juga regulator media yang harus menegakkan hukum agar independensi media tidak berlarut-larut dan membawa ke arah yang negatif.



Tulisan ini merupakan resume dari karya Amir Effendi Siregar yang berjudul Menggugat Pers dan Negara yang diterbitkan pada harian Kompas, 18 April 2013 pada kolom Opini.

Saturday 19 October 2013

Ini Tulisan Kosong

Sedang menulis
Mengerjakan tugas yang sepertinya mudah, namun ternyata susah
Tak ada inspirasi, pikiran seperti tak berisi
Duduk dua jam, logika masih buram
Dan di luar mendung, lalu turun hujan
Tapi masih bingung, tak menemukan jawaban
Ah sudahlah


Ini tulisan kosong

Thursday 10 October 2013

Kampusku Istanaku #bridgingcourse

Gedung Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) termasuk salah satu bangunan yang mudah dicari di Universitas Gadjah Mada (UGM). Letaknya yang sangat dekat dengan gedung pusat yaitu Gedung Rektorat dan Grha Sabha Pramana (GSP) memungkinkan bagi siapa saja untuk mencari Kampus FISIPOL dengan mudah. Sebenarnya, Kampus FISIPOL terdiri atas dua bangunan yaitu Kampus Bulaksumur dan Sekip. Tetapi sebagian besar jurusan di FISIPOL, termasuk Ilmu Komunikasi, sudah menempati bangunan baru yaitu Kampus Bulaksumur yang memiliki dua bagian utama yaitu Gedung BA dan Gedung BG, dan inilah yang akan saya bahas lebih lengkap dalam uraian di bawah ini.

Sedangkan Gedung BA adalah bangunan baru yang cukup luas dan megah. Di tengah-tengah Gedung BA, terdapat halaman yang ditumbuhi banyak pohon sehingga membuatnya terasa sejuk, tempat ini biasa disebut Sansiro. Pada bagian barat Sansiro dapat kita jumpai hall sangat luas yang biasa disebut Selasar Barat, di tempat inilah mahasiswa FISIPOL biasa berkumpul untuk mengadakan rapat atau sekedar nongkrong bersama. Sedangkan di sebelah selatan Sansiro terdapat Kantin FISIPOL yang teduh, sayangnya saat ini kantin tersebut sedang vakum dan belum dapat digunakan. Diatas kantin dapat kita jumpai Sekretariat Dewan Mahasiswa (DEMA) yang merupakan markas bagi berbagai UKMF di FISIPOL. Untuk bagian utara Sansiro adalah kelas-kelas yang biasa digunakan untuk proses perkuliahan. Gedung yang terdiri dari 5 lantai ini dilengkapi dengan fasilitas WiFi untuk memudahkan para mahasiswa mengakses informasi. Selain itu, basement yang luas digunakan sebagai parkiran motor hingga para penghuni Kampus FISIPOL tidak bingung lagi di mana harus memarkirkan motornya pada tempat yang aman dan teduh.

Pada saat peresmian Gedung BG, mulanya digunakan untuk kelas kuliah dua fakultas yaitu Fakultas Hukum dan FISIPOL. Gedung BG berada di sebelah tenggara Gedung BA, bersebelahan dengan Mushola FISIPOL. Pada lantai dasar Gedung BG terdapat sebuah hall yang biasanya disebut Selasar Timur, tempat ini dilengkapi dengan banyak kursi dan meja yang membuat mahasiswa menjadi nyaman untuk mengerjakan tugas di tempat tersebut. Walaupun Gedung BG tidaklah merupakan bangunan baru seperti halnya Gedung BA, namun tempat ini cukup nyaman bila digunakan untuk proses perkuliahan. Selain itu, di Gedung BG masih menggunakan kursi dan meja yang terbuat dari kayu sehingga lebih luas dan fleksibel.

Atmosfer di Gedung BA dan Gedung BG sangatlah menyenangkan karena tempat yang teduh dilengkapi dengan banyak pohon, ditambah lagi tingkah laku para mahasiswa yang menghiasi gedung tersebut. Di tempat-tempat seperti Selasar Barat dan Selasar Timur akan banyak kita jumpai mahasiswa-mahasiswa yang berkumpul dalam kelompok besar maupun kecil sedang melakukan diskusi ataupun hanya obrolan ringan dan candaan bersama, hal ini menambah keceriaan tersendiri di Kampus FISIPOL. Dari apa yang saya deskripsikan diatas, dapat disimpulkan bahwa Kampus FISIPOL adalah tempat yang sangat mendukung untuk proses perkuliahan. Itulah yang menyebabkan saya sangat menyukai kampus ini dan betah berlama-lama berada disini.

Tuesday 8 October 2013

Kotaku yang Kucinta #bridgingcourse

Semarang adalah kota di mana saya tinggal selama 17 tahun terakhir ini sebelum akhirnya saya memutuskan untuk menuntut ilmu di kota pelajar. Tempat yang sekarang menjadi ibukota Provinsi Jawa Tengah ini mulanya berawal dari suatu daerah bernama Pragota (yang sekarang menjadi Bergota) yang pada abad ke-15 diduduki oleh utusan dari Kerajaan Demak yaitu Kyai Ageng Pandanaran. Dari yang mulanya menyebarkan agama Islam, Kyai Ageng Pandanaran mulai memajukan daerah tersebut hingga akhirnya menjadi subur dan bermunculan pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan nama daerah itu menjadi Semarang. Pada masa kekuasaan Ki Ageng Pandanaran, putra dari Kyai Ageng Pandanaran, daerah Semarang semakin berkembang hingga akhirnya disahkan sebagai sebuah Kabupaten oleh Sultan Hadiwijaya pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Dan sampai sekarang, tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kota Semarang.


Selain sejarah yang unik, Kota Semarang juga memiliki banyak ciri khas terutama dalam bidang pariwisata dan kuliner. Untuk tempat wisata, kawasan Kota Lama, Lawang Sewu, dan Sam Poo Kong adalah tujuan yang wajib dikunjungi. Tempat-tempat tersebut memiliki nilai sejarah yang menarik sekaligus nilai estetika yang khas sehingga kerap kali digunakan sebagai objek pemotretan. Untuk kuliner, menu khas yang menjadi juara untuk dibawa sebagai buah tangan adalah bandeng presto. Di sepanjang Jalan Pandanaran dapat kita lihat berbagai pusat oleh-oleh yang menyediakan bandeng duri lunak ini. Selain itu, jajanan yang khas dan favorit adalah lunpia yaitu makanan ringan yang terbuat dari rebung yang digulung menggunakan kulit crispy seperti pangsit. Karena sangat terkenal akan lunpianya, bahkan jajanan tersebut menjadi trademark Kota Semarang hingga dijuluki sebagai Kota Lunpia. Selain Kota Lunpia, julukan lain bagi Semarang adalah Kota ATLAS yang merupakan akronim dari Aman, Tertib, Lancar, Asri, dan Sehat.

Letaknya yang ada di dekat laut membuat Kota Semarang memiliki pelabuhan di tepi pantai dan daerah dataran rendah yang cukup luas. Daerah dataran rendah berada di utara Kota Semarang seluas 4 kilometer dari tepi pantai, sedangkan sisanya di selatan adalah dataran yang agak tinggi. Namun, keberadaan dataran rendah yang luas inilah menyebabkan kota ini acap kali dilanda banjir atau luapan air laut (rob) di berbagai daerah tertentu. Selain itu, kondisinya yang dekat dengan laut membuat berbagai daerah di Kota Semarang memiliki suhu udara yang tinggi dan kering terutama di siang hari.

Dalam bidang pembangunan infrastruktur, Kota Semarang mungkin masih kalah jika disandingkan dengan ibukota provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa seperti Bandung dan Surabaya, namun dari segi keamanan dan kenyamanan sebagai tempat tinggal, Kota Semarang masih menjadi unggulan. Kemacetan yang terjadi tidak separah kota-kota besar lainnya dan hanya terjadi pada jam-jam tertentu seperti waktu berangkat atau pulang kantor. Selain itu, mudahnya akses transportasi juga merupakan faktor mengapa Kota Semarang tetap menjadi pilihan.

Perasaan nyaman yang saya dapatkan selama hidup di Kota Semarang membuat saya tidak mudah melupakan kota ini. Walau memiliki beberapa kekurangan, kota ini tetap menjadi kebanggaan karena kelebihan-kelebihan lainnya yang dapat menutupi kekurangan tersebut. Kota Semarang dapat menjadi lebih baik lagi jika kita sebagai warganya senantiasa menjaga dan merawat terutama dalam bidang kebersihan dan pengolahan sampah agar tidak menghambat saluran pembuangan air dan nantinya menyebabkan rob. Selain itu, pembangunan untuk perbaikan infrastruktur harus terus dilakukan agar Kota Semarang dapat terus berkembang menjadi lebih baik dan sesuai dengan julukannya yaitu kota yang aman, tertib, lancar, asri, dan sehat.

Tuesday 24 September 2013

Komunikasi dari Kata Hati #bridgingcourse

Saat diberi tugas untuk membuat entry yang menceritakan alasan mengapa masuk Komunikasi, saya pikir itu adalah hal yang mudah, namun ternyata saya salah. Menuliskan alasan tentang suatu keinginan yang sudah terkabul ternyata tidak semudah yang dikira. Tetapi kemudian saya tersadar bahwa yang perlu dilakukan hanyalah menceritakan kembali hal-hal yang membuat saya dapat berada di posisi sekarang ini.

Ketika masih duduk di bangku SMA, belum terlintas di benak saya untuk mengambil jurusan di mana yang dipelajari adalah lingkup dunia media, sosial, dan politik, yang ada malah keinginan untuk memahami lebih dalam seputar ekonomi dan keuangan. Mungkin pola pikir ini terbentuk karena ayah dan ibu yang berkecimpung dalam dunia tersebut sehingga pembicaraan mengenai dunia ekonomi adalah sesuatu yang akrab terdengar di telinga saya. Pola pikir tersebut kemudian mengental menjadi tekad untuk mendalami studi di bidang tersebut.

Namun, ada suara kecil di pikiran ini yang mengatakan bahwa sebenarnya ketertarikan saya terletak pada kehidupan sosial di mana saya dapat bertemu dengan orang-orang baru atau berkreasi dalam tulisan. Dari dulu memang saya menyukai interaksi dengan orang lain, dapat mengenal orang baru selalu menjadi hal yang menyenangkan dan menyedot perhatian lebih. Selain itu, walau kemampuan menulis saya belum begitu baik, saya ingin nantinya dapat menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan yang dapat menjadi konsumsi banyak orang. Tentu saja kedua hal diatas hanya dapat dipelajari lebih dalam di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Seiring berjalannya waktu, saya mencari tahu berbagai hal mengenai dunia komunikasi maupun ekonomi. Tapi, semakin banyak narasumber, semakin banyak pula kebimbangan saya dalam memilih satu diantara dua pilihan tersebut. Selalu saja ada perdebatan mengenai mana yang lebih tepat untuk dipilih. Dari sekian banyak sumber yang memberi masukan, pada intinya hanya ada satu nasihat yang selalu sama: pilihlah jurusan yang sesuai dengan kata hati. Ya, jurusan yang sesuai dengan passion, tempat di mana kita nantinya memahami sesuatu yang memang menjadi ketertarikan kita. Kesimpulan ini seharusnya sudah menjelaskan mana yang harus saya pilih. Sayangnya, terkadang keputusan dari berbagai pihak yang berpengaruh dapat mengalahkan keinginan sebenarnya. Di bimbel yang saya ikuti, dorongan untuk masuk ke jurusan dengan standar tinggi sangatlah besar. Melihat nilai try out yang didapatkan pada saat itu, keoptimisan untuk masuk ke jurusan di bidang ekonomi juga sangat besar. Akhirnya diambil keputusan bahwa Manajemen berada di pilihan pertama dan Ilmu Komunikasi di pilihan kedua untuk SBMPTN yang saya jalani. Pilihan itu adalah keputusan bersama dari berbagai pihak yang ikut andil dalam menentukan studi saya kedepannya.

Setelah menjalani tes SBMPTN, rasa khawatir, gelisah, dan bingung kembali melanda. Ke mana jalan saya selanjutnya sangat bergantung pada hasil tes tersebut. Beberapa jam sebelum pengumuman SBMPTN, saya bertanya kepada ibu saya bagaimana jika nanti yang tertulis di pengumuman bukanlah pilihan pertama? Ibu saya menjawab, “Apapun hasilnya nanti, itu adalah yang terbaik.” Jawaban yang singkat namun menenangkan. Saat pengumuman pun tiba, saya membuka website resmi SBMPTN dengan kegugupan seolah jantung saya berdetak sepuluh kali lebih hebat dari biasanya. Dan di website tersebut tertulis dengan jelas “Diterima di: ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA”. Sebaris kalimat ini seolah menjawab semua kegundahan selama ini.

Walaupun masuk pada pilihan kedua, saya merasa bahwa ini adalah jalan yang benar-benar dipilihkan untuk dijalani nantinya. Saya bersyukur dapat masuk ke jurusan di mana yang dipelajari adalah sesuatu yang memang menjadi ketertarikan selama ini dan semoga nantinya saya dapat mencapai hasil terbaik dari apa yang saya pilih.

Monday 19 August 2013

Merdeka?

Hari ini tanggal 19 Agustus 2013. Dan itu artinya, dua hari yang lalu adalah peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-68.
Enam puluh delapan. Ya, 68 tahun yang lalu Indonesia meneriakkan kemerdekaannya. Sudah cukup lama, bukan? Ataukah masih usia yang singkat?
Menurut saya, merdeka adalah ketika yang beropini dapat menyuarakan pendapatnya. Yang lapar dapat makan. Yang disia-sia dapat bersyukur. Yang berkarya dihargai. Dan yang berkuasa tak lagi bersandiwara, atau mengambil yang bukan haknya.
Jika begitu, sudahkah kita merdeka?
Atau masih merana?
Yang berada di bawah semakin kecil
Dan yang di atas seolah tak peduli.
Keadilan sepertinya hanyalah wacana. Dan kemakmuran hanya janji semata.
Sedikit cerita, rumah yang saya tinggali ini dulunya adalah tanah militer. Dan tetangga saya, yang merupakan penduduk asli daerah ini, adalah seorang purnawirawan. Ya, beliau ikut memperjuangkan status kemerdekaan kita sekarang ini. Dan ada satu kalimat yang membuat hati saya ikut teriris rasanya. Beliau pernah berkata kepada saya, dalam bahasa Jawa, yang jika diartikan menjadi bahasa Indonesia, kira-kira seperti ini kalimatnya:
"Saya sedih melihat negara ini sekarang. Saya merasa dibohongi dan dikhianati. Percuma perjuangan saya dulu."
Dari kata-kata beliau, sepertinya kita belum terlihat melanjutkan perjuangannya. Begitu, bukan?
Yah tapi tak hanya yang kurang-kurang saja. Jangan lupa prestasi Indonesia. Baik yg diraih anak bangsa, maupun usaha seluruh bagian dalam bidangnya.
Bagaimanapun, kita lah yang harus berjuang jika tak ingin terpuruk lebih dalam.
Selamat ulang tahun, Indonesia! 

Wednesday 14 August 2013

Halo!

Halo!
Akhirnya tersalurkan juga keinginan membuat media berbagi tulisan di dunia maya. Hahaha
Wow. Akhirnya! Blog, saudara saudara! Niat yang sedari dulu tertunda sekarang dapat terwujudkan juga.
Sebenarnya sudah lama punya blog, tapi jarang (bahkan tidak pernah) digunakan. Dan tak tahu ada angin apa sekarang ingin bisa menulis lagi.
Entah apa saja yang akan saya tulis di blog ini nantinya, tapi semoga hal-hal yang menarik untuk dibagi.
Doakan saya, ya!